Muncul Varian Kristen Muhammadiyah, Ternyata Ini Latar Belakangnya
SABANGMERAUKE NEWS, JAKARTA - Sejarah panjang perjumpaan dan kiprah Muhammadiyah dengan lingkungan sosial di Indonesia yang semakin kosmopolis melahirkan kini telah varian baru. Ini disebut dengan istilah Kristen Muhammadiyah alias KrisMuha.
Varian baru ini merujuk pada orang Kristen yang menjadi simpatisan Muhammadiyah. Fenomena unik ini merupakan temuan penelitian yang dilakukan Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ulhaq. Riset tersebut kemudian disusun dalam buku utuh dengan judul 'Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan'.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, penerbitan buku Krismuha ini telah membangkitkan kesadaran bersama bahwa keberagaman agama, suku, ras, dan kelompok tidak menghalangi kemampuan individu untuk berkontribusi secara positif dalam kehidupan bersama, di mana pun mereka berada.
"Kemajemukan adalah pelangi yang indah untuk merajut hidup toleran sarat penghormatan, perdamaian, dan saling memajukan,” kata Haedar Nashir dalam prolog buku tersebut.
Buku tersebut pun telah dibedah oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerjasama dengan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) PP Muhammadiyah, acara bedah buku ini digelar pada pada Senin (22/5/2033) lalu di Jakarta.
Menurut Ketua LKKS PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ulhaq, buku ini menggambarkan situasi toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, terutama di daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T). Daerah-daerah pinggiran Indonesia yang dimaksud adalah Ende di Nusa Tenggara Timur (NTT), Serui di Papua, dan Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar).
Menurut Fajar, fenomena munculnya varian KrisMuha dapat dijelaskan oleh adanya interaksi yang intens antara siswa-siswa Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Namun, perlu dicatat bahwa interaksi tersebut tidak menghilangkan identitas mereka sebagai penganut agama Kristen yang taat.
“Inilah kontribusi Muhammadiyah dalam membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif, dan terbiasa hidup bersama dalam perbedaan,” ucap Fajar.
Mendikbudristek Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim menyatakan, karya ilmiah ini merupakan salah satu cara bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang menganut nilai-nilai keberagaman, inklusivitas, dan bebas dari kekerasan, sebagai bentuk cinta terhadap lingkungan pendidikan.
"Gagasan toleransi yang dihadirkan dalam buku ini sejalan dengan cita-cita kami di Kemendikbudristek untuk menghapus kekerasan dari dunia pendidikan Indonesia. Sejak tiga tahun lalu, kami telah menjadikan intoleransi sebagai salah satu bentuk kekerasan yang wajib dicegah dan ditangani, di samping perundungan dan kekerasan seksual,” tutur Nadiem.
Nadiem menyatakan bahwa kebebasan belajar hanya akan terwujud jika sekolah dan perguruan tinggi menjadi lingkungan yang aman, di mana semua individu dilindungi tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau status sosial mereka.
Oleh karena itu, ia menjelaskan bahwa Kemendikbudristek terus memprioritaskan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lembaga pendidikan melalui berbagai inisiatif.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pada awalnya, buku ini diterbitkan pada tahun 2009, namun kurang detail dalam hal data-data.
Namun, kali ini buku yang diterbitkan oleh Kompas Gramedia telah mengalami penyempurnaan yang komprehensif dan juga telah diperbaiki dengan baik.
“Terutama pada bagian bab dua dalam buku ini dijelaskan tentang akar pluralisme dalam pendidikan Muhammadiyah di tingkat akar rumput,” kata Mu`ti. (*)