Pelaku Usaha Meradang Larangan Sawit Deforestasi Hutan Ala Uni Eropa, Ini Sikap GAPKI
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Uni Eropa (UE) resmi memberlakukan aturan baru yang mewajibkan uji tuntas atas semua produk minyak sawit, sapi, kayu, kopi, kakao, karet, kedelai yang masuk ke kawasan tersebut.
Aturan baru itu juga berlaku untuk semua produk turunan cokelat, furnitur, kertas cetak, dan turunan minyak sawit seperti produk perawatan.
Dengan diberlakukannya aturan baru itu, eksportir diwajibkan memastikan asal-usul atau melacak sumber produk yang akan di ekspor. Yang ditujukan untuk mencegah produk terkait deforestasi dan degradasi lahan masuk ke wilayah UE.
Dewan UE mengklaim, aturan baru itu untuk meminimalkan risiko deforestasi dan degradasi hutan/ lahan.
Sontak, aturan baru itu mendapat berbagai respons dari Indonesia, sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Untuk itu, Indonesia bersama Malaysia sepakat akan melakukan pendekatan atau negosiasi kepada UE terkait aturan baru itu.
"GAPKI (Senin 22 Mei 2023) ikut hadir meeting di Kualalumpur untuk rencana join mission ke Brussel Indonesia bersama Malaysia perihal EUDR. GAPKI mendukung pemerintah," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, dikutip Jumay (26/5/2023).
"Ke Brussel tanggal 30-31 Mei. Karena ini UU, jadi memang harus government to government," tambahnya.
Eddy mengatakan, regulasi UE terbaru itu merupakan salah satu bentuk hambatan perdagangan.
Pasalnya, jelas Eddy, Indonesia sudah melakukan moratorium total sejak tahun 2019 dengan Instruksi Presiden (Inpres) No 5/2019.
"Jadi sudah tidak ada pembukaan lahan untuk perusahaan, yang susah petani karena masih ada UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Di dalam UU, petani bebas menentukan jenis tanaman," katanya.
Di sisi lain, imbuh dia, jika pemerintah melarang dan mengatur komoditas yang boleh dan tidak boleh ditanam petani rakyat, ada konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah.
"Apabila pemerintah melarang maka pemerintah harus mengupayakan memperoleh jaminan penghasilan tertentu," katanya.
Hanya saja, lanjutnya, GAPKI mendukung langkah pemerintah yang akan melakukan pendekatan negosiasi untuk menyampaiakn keberatan daripada memprotes kebijakan itu lewat mekanisme sengketa di WTO.
Eddy menyayangkan langkah UE tersebut. Aturan baru itu akan menjadi tantangan berat bagi keberlangsungan minyak sawit Indonesia dan produk turunannya. Serta, produk pertanian lain yang juga terkena aturan baru itu.
Karena itu, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa pertemuan dengan UE pun telah menyampaikan keberatan atas Undang-undang (UU) antideforestasi alias European Union Deforestation Regulation (EUDR) itu.
"Karena bukan hanya sawit tetapi ada komoditas dan produk-produk lain dari Indonesia yang juga terkena walaupun secara nilai yang paling besar adalah sawit," terangnya.
"Ekspor minyak sawit kita ke Eropa cukup besar, rata-rata 4-5 juta ton per tahun. Eropa pasar tradisional," katanya.
Indonesia-Malaysia
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Deputy Prime Minister/ Minister for Plantation and Commodities Malaysia, H.E. Dato' Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof direncanakan akan menghadiri rangkaian kegiatan Joint Mission ke UE di Brussels, Belgia pada tanggal 30-31 Mei 2023.
Menko Airlangga akan jadi Ketua Delegasi Indonesia.
Joint Mission tersebut merupakan tindak lanjut pertemuan bilateral kedua menteri pada bulan Februari 2023 lalu.
Seperti diketahui, Indonesia dan Malaysia adalah negara produsen utama minyak sawit dunia.
Dan bertujuan untuk menyuarakan concern kedua negara kepada sejumlah pejabat Komisi dan legislator Parlemen Eropa terhadap EUDR.
Airlangga menyebut, EUDR diskriminatif dan berdampak negatif pada akses pasar sejumlah komoditas, terutama kelapa sawit ke UE.
"Kami ingin menekankan bahwa EUDR membebani petani kecil, karena mereka harus mematuhi prosedur administratif sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan regulasi tersebut," katanya, dikutip Jumat (26/5/2023).
"Peraturan ini dapat mengecualikan peran penting petani kecil dalam rantai pasokan global dan gagal untuk mengakui signifikansi dan hak mereka," ujar Airlangga. (*)