Jawaban Menohok Pimpinan KPK Respon Curhat Plt Bupati Kepulauan Meranti Pegawainya Mundur dan Ketakutan Kena Kasus Bupati Adil
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kepulauan Meranti, Asmar mengeluh soal banyaknya PNS yang ketakutan dan mengundurkan diri dari pemerintahan kabupaten masing-masing. Asmar mengklaim anak buahnya ketakutan dan mundur karena khawatir terseret kasus dugaan korupsi yang menimpa Bupati nonaktif, Muhammad Adil. Curhat disampaikan kepada Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat di Pekanbaru, Rabu (23/5/2023) pagi tadi.
Asmar dalam rapat menyebut para pegawainya takut terseret dalam kasus yang ditangani KPK saat ini. Diketahui, Bupati Adil dijadikan tersangka dan ditahan KPK dalam 3 kasus korupsi suap.
"Banyak yang ketakutan diperiksa Pak, sampai naik asam lambung. Bagaimana kami ini, Pak," curhat Asmar ke Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Rabu (24/5/2023).
Menanggapi aduan Asmar tersebut, Wakil Ketua KPK mengatakan Bupati dan Wakil Bupati tak seharusnya kesulitan apabila anak buahnya hendak mengundurkan diri karena takut dipanggil KPK. Ia mengatakan mengundurkan diri sebagai ASN itu hak, dan pasti akan ada yang mengisi kekosongan posisinya.
"Mengundurkan diri itu hak. Tinggal kita lihat persoalannya apa. Takut diperiksa KPK? Kalau sebatas saksi kenapa takut?" ujar Marwata.
Ia mengatakan kesadaran hukum masyarakat kita memang masih rendah. Seolah-olah saat dipanggil aparat hukum langsung merasa bersalah. Padahal, pemeriksaan oleh aparat hukum harus dilihat posisi dan kapasitasnya apakah sebagai saksi atau tersangka.
"Saat mereka dipanggil penyidik kami (KPK), pasti ada alasannya. Konfirmasi atau klarifikasi informasi atau dokumen," terangnya.
Ia menyebut, sekalipun seorang saksi terbukti saksi terlibat dalam kasus ataupun terbukti membuat suatu dokumen, belum tentu ia ditersangkakan. Alexander Marwata mengatakan banyak faktor yang perlu ditelaah.
"Kita pasti melihat derajat atau peran orang-orang tersebut," ungkap Alex.
Bahkan ia mengatakan, jika banyak ASN yang mengajukan pengunduran diri, kepala daerah bisa mengajukan pengusutan oleh KPK apakah pegawai-pegawai ini bermasalah.
"Menjadi saksi itu kewajiban. Kalau tidak salah kenapa susah? Kalau banyak yang mengundurkan diri. Jangan-jangan dia terlibat," tegas Alex.
Bupati Adil ditangkap KPK pada 6 April 2023 lalu. Ia menjadi tersangka suap pemotongan uang kas dan dana kegiatan pemerintah, suap fee umrah dan suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa. Dalam perkara ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka yakni Bupati Adil, Fahmi Aressa dan eks Plt Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih.
Selain itu KPK juga telah mencegah bepergian ke luar negeri sedikitnya terhadap 14 orang orang. Mereka yang dicekal merupakan pegawai BPK Perwakilan Riau, PNS Kepulauan Meranti dan pihak swasta.
Sebelumnya, pada 2021 lalu, KPK juga telah menangkap Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra yang terbukti menerima suap sebesar Rp 500 juta dari PT Adimulia Agrolestari. Pemberian suap terkait pengurusan rekomendasi perpanjangan hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut.
Andi telah divonis hukuman 4 tahun penjara setelah pada 30 Maret lalu, Mahkamah Agung mendiskon hukumannya. Perkara Andi telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Singgung Korupsi Proyek Tugu Antikorupsi
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menghadiri Rapat Koordinasi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Tahun 2023 dan Pengukuhan Penyuluhan Anti Korupsi di gedung daerah Balai Pauh Janggi Provinsi Riau, Rabu (24/5/2023). Pertemuan ini dihadiri oleh seluruh kepala daerah di Provinsi Riau.
Alex Marwata dalam kata sambutannya mengingatkan soal kasus korupsi yang terjadi pada proyek tugu anti korupsi yang mencoreng citra Provinsi Riau pada tahun 2016 silam.
Alex menyatakan, pembangunan tugu tersebut adalah sebuah ironi. Sebuah tugu yang seharusnya mengingatkan dan memberikan semangat mencegah korupsi, justru menjadi objek korupsi itu sendiri.
"Sungguh ironis, bahkan untuk perbuatan baik masih ada potensi hal buruk," singgung Alex.
Monumen yang berbentuk ekor naga emas yang dikenal sebagai 'Tugu Tunjuk Ajar Integritas' berdiri tegak di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Pekanbaru.
Pembangunan tugu ini sempat menjadi spirit baru Riau yang kala itu baru tersandung kasus korupsi Gubernur Riau ketiga kalinya atau hattrick korupsi Gubernur Riau.
Kala itu, KPK Agus Rahardjo dan Jaksa Agung Prasetyo bahkan ikut meresmikan tugu tersebut. Ia membubuhkan tandatangan pada batu prasasti bertepatan dengan peringatan Hari Anti-Korupsi Internasional 10 Desember 2016 di Pekanbaru, Riau.
"Mungkin masih ada tanda tangan Pak Agus Rahardjo di tugu itu," kelakar Alex.
Pada 9 November 2017, Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan 18 orang tersangka, terdiri dari 13 orang pegawai negeri dan lima pengusaha dalam kasus tersebut. Diduga, ada rekayasa untuk merancang sedemikian rupa untuk memenangkan tender dan memberikannya kepada kontraktor tertentu.
Dalam perjalanannya, dugaan korupsi itu ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran.
Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbutan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan.
Lalu kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.
Adapun 18 tersangka terdiri dari 13 pegawai negeri sipil dan 5 pihak swasta. Lima orang tersangka dari pihak swasta adalah dua orang kontraktor berinisial K dan ZJB, kemudian tiga orang dari konsultan pengawas, yaitu RZ, RM dan AA.
Lalu lima pegawai negeri dari kelompok kerja unit layanan pengadaan (ULP), yaitu Ketua Pokja IS, Sekretaris Pokja H, dan tiga anggota, DIR, RM, dan H.
Lima tersangka lain masih berasal dari pegawai negeri, yang berperan sebagai pejabat penerima hasil kerja di Dinas Cipta Karya dan Bina Marga, yaitu Ketua Tim PHO berinisial A serta dua anggotanya, S dan A, lalu dua dari anggota panitia Tim PHO, R dan ET. Dua tersangka lain adalah pejabat pembuat komitmen berinisial Z dan kuasa pengguna anggaran, HR.
Dalam kasus ini, mantan Staf Ahli Gubernur Riau, Dwi Agus Sumarno juga ditetapkan sebagai tersangka. Saat kasus itu bergulir, Dwi Agus menjabat Kepala Dinas Cipta Karya dan Bina Marga Provinsi Riau, yang berperan sebagai pejabat pengguna anggaran.
Dana yang dihabiskan untuk mengabadikan semangat anti-korupsi di Taman Tunjuk Ajar Integritas itu dianggarkan memcapai Rp 8 miliar Rupiah. Sementara kasus korupsi ini merugikan negara hingga 1,23 miliar rupiah.
Dalam rapat koordinasi ini hadir Walikota Dumai Paisal, Bupati Bengkalis Kasmarni, Bupati Rohil Afrizal Sintong, dan Bupati Rohul Sukiman.
Kemudian yang dihadiri Wakil Bupati Inhil Syamsudin Uti, Wabup Pelalawan Nasarudin. Kemudian Plt Bupati Meranti H Asmar, Plt Bupati Kuansing Suhardiman Amby, Pj Walikota Pekanbaru Muflihun, Pj Bupati Kampar Firdaus, dan perwakilan kepala daerah lainnya. Rapat dipimpin Gubernur Riau Syamsuar. (CR-01)