Kejaksaan Diminta Ambil Alih Proses Hukum Skandal Fee Ilegal Asuransi Kredit Bank Riau Kepri, Pakar Pidana: Usut Dugaan Tipikor!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau didesak untuk mengambil alih penanganan kasus skandal dugaan fee ilegal asuransi kredit yang terjadi di tubuh Bank Riau Kepri (BRK). Meski perkara tindak pidana perbankan-nya sudah diproses oleh Polda Riau dengan 'hanya' menjerat 3 terdakwa, namun Kejati dapat mengusut dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi dalam kasus tersebut.
"Memang seharusnya sejak awal itu dijerat dengan Undang-undang Tipikor. Tapi, kita gak tahu kok bisa dengan Undang-undang Perbankan," kata pakar hukum pidana, Dr Muhammad Nurul Huda kepada SabangMerauke News, Jumat (21/1/2022).
BERITA TERKAIT: 'Tumbalkan' 3 Kepala Cabang, Bank Riau Kepri Justru Tetapkan Perusahaan Pemberi Fee Ilegal Jadi Pialang Tunggal, Formasi: Ini Sudah Mainan Atas!
Nurul Huda menjelaskan, Kejati Riau dapat mendalami dugaan kuat tipikor yang terjadi dalam kasus fee ilegal tersebut. Soalnya, peristiwa hukum tersebut melibatkan unsur pegawai negara, yakni pegawai badan usaha milik daerah (BUMD) yang mengelola uang negara. Ia berharap Kejati Riau melakukan koordinasi dengan Polda Riau yang mengusut pertama kali kasus ini dengan menggunakan UU Perbankan.
"Dapat saja fakta persidangan dan bukti-bukti yang ada dalam perkara 3 terdakwa yang sudah divonis bersalah pengadilan ini, ditindaklanjuti. Dan itu memang haruslah dilakukan. Tentu idealnya tetap berkoordinasi dengan Polda Riau. Kan sama-sama aparatur penegak hukum. Namun kejaksaan fokus pada dugaan tipikornya," tegas Nurul.
BERITA TERKAIT: Kapolda Baru Irjen M Iqbal Diminta Tuntaskan Skandal Berjamaah Fee Ilegal Asuransi Kredit Bank Riau Kepri
Direktur Formasi Riau ini juga meminta agar kasus tersebut dituntaskan. Seluruh pihak-pihak yang terlibat, baik dari jenjang operator penerima, manajemen atas serta pemberinya harus diproses hukum. Jika kasus ini dibuat menggantung, maka akan menimbulkan tanda tanya publik.
"Kejadian ini telah menyita perhatian publik, khususnya dunia perbankan. Oleh karena itu harus dituntaskan agar tidak menimbulkan opini negatif dan tanda tanya publik. Kan teorinya penegakan hukum itu harus tuntas berkeadilan. Agar itu diwujudkan dalam praktiknya," tegas Nurul Huda.
BERITA TERKAIT: Mahasiswa Desak Kapolri Instruksikan Kapolda Riau Usut Tuntas Kasus Fee Ilegal Asuransi Kredit Bank Riau Kepri
Tiga orang mantan kepala cabang/ cabang pembantu BRK telah divonis bersalah oleh hakim PN Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru dalam kasus penerimaan fee asuransi kredit secara ilegal dan berkelanjutan dari broker PT Global Risk Management (GRM).
Ketiga terdakwa tersebut yakni Hefrizal yang merupakan mantan kepala cabang pembantu BRK Senapelan dan juga mantan kepala cabang BRK Taluk Kuantan. Kemudian terdakwa Mayjafri yang merupakan mantan kepala cabang BRK Tembilahan serta Nur Cahya Agung Nugraha mantan kepala cabang pembantu BRK Bagan Batu, Rokan Hilir.
Ketiga terdakwa menerima uang fee secara ilegal berkelanjutan dari Kepala Cabang PT GRM Dicky sejak 2018-2020 lalu. Jumlah fee berdasarkan produksi premi kantor cabang BRK yakni 10 persen dari premi yang mencapai ratusan juta. Penyerahan uang dilakukan lewat nomor rekening yang dibuka oleh Dicky atas nama dirinya. Namun kartu ATM dan buku tabungan diserahkan Dicky kepada ketiga kepala cabang BRK tersebut.
Fakta persidangan yang lebih mengagetkan, ternyata pemberian fee ilegal tidak saja diterima oleh ketiga terdakwa. Dicky dalam kesaksiannya di bawah sumpah menyebut kalau seluruh kepala cabang yang menjadi mitra GRM telah menerima fee yang sama polanya dengan ketiga tersangka. Jumlahnya mencapai 40 kantor cabang/ cabang pembantu dan kedai BRK di Riau dan Kepulauan Riau. Ada sekitar 50 orang pejabat operasional BRK yang diduga menerima dari GRM.
Kesaksian terdakwa juga menyebut kalau pemberian fee tidak saja dari GRM. Namun juga dari broker lain yang digandeng oleh BRK. Saat itu, BRK menggandeng 4 broker asuransi, termasuk GRM.
Adapun kerjasama dengan broker ini terjadi sejak Dirut BRK dijabat oleh Irvan Gustari dan berlanjut di era dirut BRK, Andi Buchari.
Pihak BRK sejak kasus ini terungkap tidak pernah memberikan penjelasan dan klarifikasi tentang dugaan penyimpangan sistemik dalam tata kelola asuransi kredit di bank plat merah ini.
Kasus ini sejak awal disidik oleh Polda Riau saat Kapolda dijabat oleh Irjen Pol Agung Imam Setya Effendi yang sudah pindah menjadi Asisten Operasional Kapolri. Penyidikan menggunakan pasal kejahatan tindak pidana perbankan, meski dalam persidangan saksi ahli menyebut kuat dugaan perbuatan tersebut merupakan suap atau gratifikasi (tipikor).
Jaksa Lakukan Kasasi
Jaksa penuntut Kejaksaan Tinggi Riau tidak dapat menerima putusan banding terhadap 3 kepala cabang/ cabang pembantu Bank Riau Kepri (BRK) dalam kasus skandal berjamaah fee ilegal asuransi kredit yang diterima dari broker PT Global Risk Management (GRM). Jaksa pun resmi telah mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Informasi dilakukannya upaya kasasi oleh jaksa terpampang di SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru. Disebutkan, kalau pada Kamis (13/1/2022) lalu, berkas kasasi telah dikirimkan ke Mahkamah Agung. Adapun berkas kasasi tersebut tercatat dengan nomor: WA.U1/0329/ HK.01/I/2022.
Namun sepertinya ketiga terdakwa kepala cabang/ cabang pembantu BRK tidak ikut mengajukan kasasi seperti yang jaksa penuntut lakukan. Penasihat hukum Nur Cahya Agung Nugraha, salah satu terdakwa mengaku belum mengetahui apakah kliennya mengajukan kasasi atau tidak.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru telah menolak upaya hukum banding yang diajukan jaksa penuntut Kejati Riau dan 3 terdakwa kasus fee ilegal asuransi kredit Bank Riau Kepri (BRK). Hakim banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara dan pidana denda Rp 100 juta subsidair 1 bulan kurungan kepada ketiga terdakwa yang merupakan mantan kepala cabang BRK. Putusan banding ditetapkan pada Rabu (1/12/2021) lalu.
Dalam putusan PN Pekanbaru terhadap ketiga terdakwa (berkas terpisah), para terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah menerima fee ilegal asuransi kredit BRK dari PT Global Risk Management (GRM) secara berkelanjutan. GRM adalah perusahaan pialang (broker) yang digandeng BRK dalam pengelolaan asuransi kredit yang kemudian bekerja sama dengan PT Jamkrida Riau.
PT Jamkrida juga merupakan BUMD milik Pemprov Riau. Ironisnya, justru GRM sejak 1 Oktober lalu dijadikan sebagai pialang (broker) tunggal oleh BRK, kendati kasus ini menjadi sorotan dan cibiran publik, meski sepi dari pemberitaan media mainstream di Riau maupun nasional.
Kasus ini diduga telah menjadi salah satu ganjalan dalam proses konversi BRK menjadi bank syariah, di samping kasus kejahatan perbankan (fraud) lain serta dugaan kredit fiktif yang menerpa perbankan milik pemda Riau dan Kepri ini. Hingga, kini tidak jelas kabar perkembangan konversi BRK menjadi perbankan syariah, setelah gagal target direksi yang ditetapkan akhir tahun lalu.
Dalam putusan tingkat pertama di PN Pekanbaru pada awal Oktober lalu, ketiga terdakwa dinyatakan bersalah melanggar pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sebelumnya, jaksa penuntut dari Kejati Riau meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan pidana denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Putusan banding terhadap ketiga terdakwa ditetapkan oleh majelis hakim PT Pekanbaru yang berbeda. Terhadap putusan banding terdakwa Nur Cahya Agung Nugraha ditetapkan pada 1 Desember lalu oleh trio hakim Iman Gultom, Khairul Fuad dan Heri Sutanto.
Putusan banding untuk terdakwa Mayjafri ditetapkan oleh majelis hakim banding Belman Tambunan, Syafwan Zubir dan Admiral pada 9 Desember lalu.
Sedangkan putusan banding terhadap terdakwa Hefrizal ditetapkan pada 9 Desember lalu oleh trio hakim banding yakni Dasniel, Tenri Muslinda dan Jon Effereddi. (*)