DBH Sawit untuk Daerah Penghasil Rp 3,4 Triliun, DPRD Riau Desak Kemenkeu Bikin Perhitungan yang Adil
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - DPRD Provinsi Riau mendesak Kementerian Keuangan menetapkan dasar perhitungan dana bagi hasil (DBH) kelapa sawit yang adil bagi Riau. Sebagai daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, Kemenkeu harusnya memberikan porsi terbesar bagi Riau.
"Kita berharap pemerintah pusat gentleman, membagi sesuai porsinya secara adil bagi Riau. Harus dihitung dampak kerusakan di Riau ini. Mulai dari kerusakan jalan, hutan, sungainya dan alamnya yang sangat terdampak dari sawit ini," kata Husaimi, Senin (22/5/2023).
Ia mendesak, dasar penetapan besaran DBH kelapa sawit harus dihitung dengan data yang valid baik terhadap daerah penghasil atau daerah penyangga. Meski tidak semua daerah di Riau penghasil utama sawit, tapi manfaat DBH ini harus dirasakan seluruh wilayah seperti halnya dampak sawit yang dirasakan seluruh wilayah Riau.
Ia menyontohkan Pekanbaru dan Dumai. Meski kedua kota ini tak menghasilkan sawit sebanyak daerah lain, tetapi memiliki kontribusi aktif sebagai pelabuhan ekspor dan sentra perkantoran perusahaan sawit.
"Hitungannya juga harus sampai di sana," sebut Husaimi.
Terkait Rencana Aksi Daerah (RAD) Kelapa Sawit Berkelanjutan yang menjadi salah satu tolok ukur pembagian DBH sawit, menurut Husaimi hal tersebut seharusnya tak menjadi patokan.
Sebaliknya ia mempertanyakan soal Dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit (DPPKS) di mana serapan di Riau justru nol persen pada tahun 2022.
Husaimi menegaskan, jika Kementerian Keuangan menjadikan RAD itu sebagai syarat mutlak penyaluran DBH sawit, maka hal ini tidak masuk akal.
"Kalau itu terjadi, ya namanya hanya mencari-cari alasan," tegasnya.
DBH Sawit Capai Rp 3,4 Triliun
Diwartakan sebelumnya, jajaran pemerintahan daerah di Riau segera akan mendapat kucuran dana kelapa sawit. Untuk pertama kalinya Dana Bagi Hasil (DBH) kelapa sawit akan didistribusikan mulai tahun 2023 ini.
Adapun total DBH kelapa sawit secara nasional akan diberikan sebesar Rp 3,4 triliun kepada sebanyak ratusan daerah penghasil di seluruh Indonesia.
Pencairan DBH sawit dilakukan dalam dua tahap, yakni pada bulan Mei sebanyak 50 persen dan sisanya dicairkan bulan Oktober mendatang.
Penyaluran DBH sawit dipakai untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan serta kegiatan strategis lainnya yang akan diatur dalam peraturan Menteri Keuangan.
"Bulan Mei ini kami akan menyalurkan DBH sawit, maka kami berharap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) akan selesai sesudah kami berkonsultasi dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa 11 April 2023 lalu.
Berdasarkan pasal 120 Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), formulasi pembagian DBH sawit diberikan sebesar 60 persen untuk kabupaten/ kota penghasil. Sisanya pemerintah provinsi sebesar 20 persen dan kabupaten/ kota yang berbatasan dengan daerah penghasil sebesar 20 persen.
Dasar perhitungan minimal alokasi per daerah dilakukan dalam dua pola perhitungan. Yakni alokasi formula ditetapkan berdasarkan luas lahan dan produktivitas Crude Palm Oil (CPO).
Sementara itu, alokasi kinerja ditetapkan indikatornya berdasarkan perubahan tingkat kemiskinan dan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk kelapa sawit berkelanjutan.
Adapun jumlah kabupaten atau kota penghasil yang akan mendapat DBH sebanyak 240 kabupaten/ kota dengan besaran alokasi antara Rp 2,46 miliar hingga Rp 49,5 miliar.
Sementara besaran alokasi untuk sebanyak 30 provinsi bervariatif antara Rp 1 miliar hingga Rp 82,1 miliar.
Sejauh ini belum diketahui besaran alokasi DBH kelapa sawit untuk pemda di Provinsi Riau. Diperkirakan ada kebun kelapa sawit seluas 3 juta hektare lebih berada di Provinsi Riau.
Ini membuat Bumi Lancang Kuning menyandang predikat penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Sementara, pelabuhan internasional Dumai merupakan pintu ekspor minyak CPO terbesar di Indonesia. (CR-01)