Suara Lantang BEM UI: Jokowi Milik Parpol, Bukan Milik Rakyat!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Postingan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang mengeritik Presiden Jokowi kembali trending di Twitter. Dalam postingannya, BEM UI menuding posisi Jokowi bukan milik rakyat, namun milik partai politik.
"Jokowi milik parpol, bukan milik rakyat," tulis BEM UI lewat akun Twitter-nya, @BEMUI_Offic, Sabtu (20/5/2023) lalu.
BEM UI lantas mempertanyakan sikap politik Presiden Jokowi. Mereka menyoroti gestur politik Jokowi dalam kontestasi pilpres 2024.
"Apa yang Jokowi lakukan dengan terang-terangan selama ini, sudah jelas sekali hanya mementingkan aspirasi dari partai politik tertentu. Gestur politik Jokowi yang tidak mementingkan etika politik terlihat pada setiap langkah yang dia lakukan selama proses Pemilu berlangsung," tutur BEM UI.
Menurut pandangan BEM UI, Jokowi telah menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu bakal calon presiden jelang Pemilu 2024 ini.
BEM UI juga memprotes kehadiran Jokowi dalam acara penetapan salah satu calon partainya dan mengapresiasi keputusan penetapan calon partainya. Partai yang menaungi Jokowi adalah PDIP, dan PDIP mencapreskan Ganjar Pranowo pada 21 April 2023 lalu.
BEM UI mengemukakan catatan peristiwa-peristiwa Jokowi memberi dukungan ke capres. Berikut catatan BEM UI, yakni:
21 Mei 2022, bentuk dukungan: Menyatakan calon bisa saja brada di antara mereka. Saat itu, salah satu calon hadir di tempat tersebut.
26 November 2022, bentuk dukungan: Menyatakan pemimpin yang memikirkan rakyat adalah yang berambut putih.
10 Januari 2023, bentuk dukungan: Mengatakan bahwa calon presiden adalah kader PDIP ketika acara HUT ke-50 PDIP.
4-6 April 2023, bentuk dukungan: Bertemu salah satu calon beberapa kali ketika elektabilitasnya menurun akibat permasalahan Piala Dunia U-20.
21 April 2023, bentuk dukungan: Mengantar salah satu calon ke Solo setelah calon tersebut ditugaskan menjadi capres PDIP.
"Jokowi seharusnya menjadi milik rakyat, bukan milik partai politik!" terang BEM UI.
Persoalkan Fasilitas Negara
Menurut BEM UI, Presiden Jokowi menggunakan fasilitas negara dalam upaya mengampanyekan salah satu capres. Fasilitas negara itu berupa pesawat kepresidenan, digunakan setelah peresmian capres partainya.
BEM UI menyebut tindakan itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur pejabat negara dilarang menggunakan fasilitas negara.
"Meskipun definisi dari 'kampanye' itu sendiri sering dipermasalahkan, melalui berbagai sikap yang dinyatakan, Presiden Jokowi telah melanggar norma etis demi kepentingan partai karena menggunakan fasilitas negara yang seharusnya dimanfaatkan hanya untuk kepentingan nasional," kata BEM UI.
Pada (2/5/2023), menurut catatan BEM UI, Jokowi kembali menggunakan fasilitas negara berupa Istana Negara untuk mengumpulkan beberapa aketua parpol, yakni Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketum PPP Muhammad Mardiono.
"Tidak ada detail yang jelas terkait isi pertemuan tersebut kecuali fakta bahwa Partai NasDem tidak diundang. Presiden Jokowi secara terus terang menyatakan NasDem tidak diundang karena sudah memiliki koalisi yang mendukung Anies Baswedan. Dalam konteks ini, Jokowi menjadikan Istana Negara sebagai panggung bagi lahir dan berkembangnya dinasti kekuasaan partainya," tutur BEM UI.
Getol Mengeritik Jokowi
BEM UI terbilang getol mengkritik kebijakan pemerintah. Sebelum kritik Jokowi milik partai, BEM UI juga sempat menggegerkan jagat maya melalui kritiknya soal Jokowi King of Lip Service.
Pada Juni 2021 lalu BEM UI membuat heboh. Mereka mengunggah poster kritikan terhadap Jokowi. Dalam poster tersebut terdapat gambar Jokowi disertai tulisan “Jokowi: The King of Lip Service”.
Mereka menilai Jokowi kerap mengobral janji manis. Beberapa di antaranya, Jokowi rindu didemo, visi misi memperkuat KPK, serta merevisi UU ITE. Tetapi realitasnya berbeda.
Akibat postingan tersebut, Rektorat UI memanggil pengurus BEM. Pemanggilan dilakukan melalui surat yang ditandatangani Direktur Kemahasiswaan UI, Tito Latif Indra pada 27 Juni 202.
“Sehubungan dengan beredarnya poster yang dikeluarkan oleh BEM UI melalui akun medsos official BEM UI yang menggunakan foto Presiden RI,” demikian bunyi surat tersebut.
Kritik DPR
BEM UI juga pernah melayangkan kritikan ke badan legislatif. Mereka tanpa tedeng aling-aling menyebut DPR sebagai Dewan Perampok Rakyat. Bahkan mereka membuat ilustrasi Gedung Kura-Kura terbelah dan muncul tiga tikus. Salah satu tikus berkepala Puan Maharani.
Video diawali dengan penampakan Gedung Kura-Kura DPR. Gedung tersebut terbelah dan muncul tikus berkepala Ketua DPR RI Puan Maharani bersama dua tikus lainnya. Meme Puan Maharani ini langsung jadi sorotan dan perbincangan publik.
“Keseluruhan publikasi kami tersebut sudah menggambarkan kemarahan kami terhadap DPR hari ini,” kata Ketua BEM UI Melki Sedek Huang saat dihubungi, Kamis (23/3/2023) silam.
Ketua BEM UI Melki Sedek Huang menyebut DPR tak pantas menyandang nama sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurutnya, kini DPR lebih pantas disebut sebagai Dewan Perampok, Penindas ataupun Penghianat Rakyat. Kritikan ini merupakan buntut pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada 21 Maret lalu.
Sehari kemudian, (22/3/2023), Aliansi BEM se-UI mengeluarkan pernyataan sikap. Mereka mengecam Jokowi dan DPR yang telah mengkhianati UUD 1945 melalui pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja. Mereka mendesak Presiden dan DPR membatalkan UU Cipta Kerja ini.
“Mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama menyuarakan perlawanan terhadap pengesahan RUU tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja,” demikian tuntutan mereka. (*)