Wow! Elit NasDem Sebut Politisasi Hukum Gara-gara Presiden Petugas Partai
SABANGMERAUKE NEWS, JAKARTA - Tensi politik tampaknya kian memanas. Pernyataan politik keras pun meluncur dari jajaran elit Partai NasDem mempersoalkan adanya politisasi hukum yang diduga dilakukan institusi hukum.
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menilai kondisi hari ini menunjukkan politisasi hukum. Ia menilai aparat hukum bertindak semena-mena dan menimbulkan intimidasi.
"Hari ini semua diinjak, hari ini semua diintimidasi, hari ini aparat penegak hukum semena-mena melakukan politisasi hukum resah enggak kita?" kata Willy dalam sebuah diskusi di kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang, Banten, Rabu (17/5/2023).
Menurut Willy, hal tersebut disebabkan karena presiden adalah petugas partai, bukan pelayan rakyat.
"Semena-mena saja ini mau tangkap si A tangkap si B tangkap si C karena apa? Yang menjadi presiden petugas partai bukan pelayan rakyat,"ujarnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini menegaskan sejatinya presiden adalah pelayan rakyat, bukan presiden partikelir.
"Kita berdiri di atas semua kepentingan. Kalau dia benar-benar Soekarnois harusnya loyalitas Saya kepada partai berhenti," ujar Willy.
Willy meminta agar tak sesat berpikir dalam menerjemahkan ajaran Soekarno dalam memimpin.
"Jangan sesat pikir, jangan. Tambah rusak tambah segmented publik ini kalau kita selalu berdiri atas perspektif dan ideologi yang picik seperti ini," imbuhnya.
Pernyataan elit Partai NasDem ini nyaris hampir bersamaan dengan penetapan tersangka dan penahanan Menkominfo Johnny Gerard Plate oleh Kejaksaan Agung, Rabu kemarin. Johnny adalah merupakan Sekjen Partai NasDem.
Namun, belum diketahui secara pasti apakah pernyataan Willy ini disampaikan sebelum atau sesudah Johnny ditahan Kejagung. Namun yang jelas, potongan video pernyataan Willy ini sudah viral di media sosial.
Johnny Plate menjadi tersangka dalam dugaan korupsi proyek BTS 45 di Kominfo. BPKP dalam hasil auditnya menyebut kerugian negara dalam proyek tersebut mencapai Rp 8 triliun. Johnny adalah tersangka keenam yang ditahan Kejagung dalam perkara ini. (*)