Penis Anaknya Terbakar Saat Disunat, Orang Tua Korban Minta Ganti Rugi Dokter Rp 300 Juta
SABANGMERAUKE NEWS, Kalbar - Pihak orang tua anak yang penisnya terbakar saat dikhitan menuntut ganti rugi sebesar Rp 300 juta dari dokter. Kejadian yang terjadi di Pontianak, Kalimatan Barat ini pun gagal dimediasi.
"Ya (gagal mediasi) karena pihak korban minta ganti ruginya banyak sekali. Kemarin itu dia minta Rp 300 juta kayaknya," ujar Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalbar dr Rifka MM, Kamis (18/5/2023).
Rifka mengaku pihaknya sudah melakukan beberapa kali mediasi terhadap kedua belah pihak. Awalnya, pihak orang tua korban meminta ganti rugi sebesar Rp 50 juta.
"Kita sih sudah pendampingan, IDI sudah pendampingan. Beberapa kali mediasi kami. Mediasi terus dari mediasi awal kemarin mintanya Rp 50 juta," ujarnya.
Dokter khitan itu pun telah menyetujui besaran ganti rugi tersebut. Dokter khitan menyanggupi jika ganti rugi itu dibayar dengan cara dicicil.
"Dokternya sudah sanggup mau bayar tapi kan bayarnya nggak bisa cash, mau dicicil keluarga pasien tak bersedia. Kita mediasi lagi kemudian itu naik, mungkin kan sudah ke mana-mana dianya (antar anaknya berobat) ya jadinya Rp 300 juta dan dokternya nggak sanggup lah," tuturnya.
Sementara itu, Polresta Pontianak saat ini masih memproses laporan dari orangtua bocah 9 tahun yang penisnya terbakar saat khitan tersebut.
"Pada intinya saat ini kami masih berproses, masih dalam tahap penyelidikan. Kita sudah periksa orang tua pada anak yang sebagai pelapor," ujar Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Tri Prasetyo, Senin (16/5/2023) lalu.
Polisi tengah meminta keterangan dari sejumlah pihak rumah sakit di Pontianak. Pasalnya, bocah tersebut sempat mendatangi 3 rumah sakit buntut penis terbakar.
"Ini kan dia sudah berobat di 3 rumah sakit. Saat ini kami tengah mengkonfirmasi ke rumah sakit itu," terangnya.
Polisi masih akan berkoordinasi dengan beberapa ahli. Selanjutnya penyidik akan menentukan ada tidaknya unsur pidana di kasus ini.
"Setelah pengambilan keterangan ini barulah kita memanggil ahlinya. Itu biasanya dari tim IDI dan Universitas terkait ahli pidananya. Karena ini tindak pidana, masih berlanjut, nanti kita lihat bagaimana," tuturnya. (*)