Kasus Suap WTP Bupati Adil Terbongkar, BPK Audit Ulang Laporan Keuangan Pemkab Kepulauan Meranti
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Terbongkarnya kasus dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) M Fahmi Aressa oleh Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil membuka cerita baru. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menggelar
pemeriksaan ulang terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti tahun anggaran 2022.
Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Bambang Suprianto menyatakan, pihaknya telah menerima surat pemberitahuan soal rencana pemeriksaan ulang laporan keuangan pemda.
"Ya suratnya sudah kami terima. Mereka (BPK) mau mengagendakan pemeriksaan ulang terkait laporan keuangan saja, bukan yang lain. Jadi kita lihat saja nanti pastinya. Intinya ini baru sekadar pemberitahuan saja," kata Bambang saat dikonfirmasi, Rabu (17/5/2023).
Bambang menjelaskan, pemeriksaan ulang akan dilakukan oleh tim auditor BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, bukan oleh BPK Perwakilan Riau.
"Jadwalnya belum ditentukan kapan akan dimulai," kata Bambang.
Bambang mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah agenda itu terkait audit ulang atau pun menelaah hasil pemeriksaan yang sudah dilaksanakan BPK Riau pada Maret hingga awal April 2023 lalu.
"Kami sifatnya menunggu saja," jelas Bambang.
Diwartakan sebelumnya, Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diduga telah menerima suap pengadaan jasa umrah dan pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Uang Ganti Persediaan (GU) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Selain itu, KPK menyidik soal dugaan pemberian uang suap dari Adil kepada auditor BPK Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa. Pemberian uang diduga untuk pengondisian hasil laporan keuangam pemda agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.
KPK juga telah menersangkakan dan menahan Fahmi beserta Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih.
Menurut pimpinan KPK Alexander Marwata, Fahmi menerima uang suap sebesar Rp1,7 miliar untuk pengondisian audit laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Uang tersebut dikumpulkan dari potongan UP-GU dari jajaran OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
8 Pegawai BPK Dicegah ke Luar Negeri
Diwartakan sebelumnya, KPK telah mengajukan pencegahan terhadap 10 orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Sebanyak 8 orang di antaranya adalah pegawai BPK Perwakilan Riau.
"KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap 10 orang, 8 orang di antaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan 2 orang swasta," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (15/5/2023).
Adapun kedelapan pegawai BPK Riau yang dicegah ke luar negeri adalah Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Naldo Jauhari Pratama, Aidel Bisri, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, dan Salomo Franky Pangondian.
Sementara 2 orang lain yang juga dicegah berasal dari pihak swasta. Keduanya adalah Findi Handoko dan Ayu Diah Ramadani.
Ali Fikri menyebut upaya pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk memudahkan proses pemeriksaan dalam tahap penyidikan. KPK berharap 10 orang dimaksud dapat bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik.
"Cegah dimaksud telah diajukan sejak 10 Mei 2023 pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI untuk 6 bulan pertama dan tentu dapat dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan," terang Ali.
Sebelumnya KPK juga telah mengajukan pencegahan ke luar negeri sebanyak 4 orang dalam kasus korupsi tersangka Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil.
Adapun keempat orang tersebut yakni Muhammad Reza Fahlevi, Maria Giptia dan Dent Surya AR. Ketiganya berasal dari pihak swasta. KPK juga mencegah seorang lainnya bernama Heny Fitriani merupakan pegawai negeri sipil (PNS).
Keempat orang itu mulai dilarang bepergian ke luar negeri terhitung sejak 27 April 2023 hingga enam bulan kedepan.
“Kami berharap agar pihak dimaksud nantinya kooperatif hadir dalam setiap agenda pemanggilan tim penyidik KPK,” ujar Ali.
Diduga Reza Fahlevi merupakan CEO PT Tanur Muthmainnah Tour, perusahaan penyedia jasa travel umrah yang terlibat dalam perkara suap Muhammad Adil. Adapun PT Tanur Muthmainnah Tour dioperasikan oleh PT Hamsa Mandiri International.
OTT KPK
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Meranti M Adil pada Kamis (6/4/2023) malam lalu. Adil ditangkap saat berada di rumah dinasnya.
Selain itu KPK juga menangkap Plt Kepala BPKAD Kabupaten Meranti Fitria Nengsih dan auditor BPK Riau Muhammad Fahmi Aressa.
Adil terjerat dalam 3 kasus korupsi suap yakni fee pengadaan jasa umrah, dee proyek dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Meranti dan pemberian suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, Fahmi.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti atau MA menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
M Adil diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen. Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada Fitria Nengsih yang juga merupakan orang kepercayaan Adil.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM). PT TM yang bergerak di bidang jasa travel umroh tersebut terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan itu mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh, maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang. Namun, pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Atas perbuatannya, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, tersangka FN sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, MFA sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ekspos KPK
KPK dalam eksposnya menyebut kalau Bupati Adil terjerat dalam tiga perkara suap sekaligus. Ia diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyetor uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang kepada dirinya.
Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan M. Adil dengan kisaran 5-10 persen untuk setiap SKPD. Setoran dalam bentuk tunai dimaksud dikirim kepada Fitria Nengsih yang merupakan orang kepercayaan Adil.
Uang setoran tersebut digunakan untuk kepentingan M. Adil, di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024.
Pada Desember 2022 lalu, M. Adil juga menerima uang sekitar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih. Uang itu dimaksudkan agar PT Tanur Muthmainnah dimenangkan untuk proyek umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Adil bersama-sama dengan Fitria turut memberikan uang sekitar Rp 1,1 miliar kepada M Fahmi Aressa agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti di tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA (Muhammad Adil) menerima uang sejumlah sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh tim penyidik," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu. (*)