Ada Aplikasi Gratis Tapi Direktur RSUD Kepulauan Meranti Justru Menggantinya dengan yang Berbayar, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Tindakan Direktur RSUD Kepulauan Meranti, dr Prima Wulandari mengganti aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dari yang gratisan menjadi berbayar masih menimbulkan tanda tanda. Prima diketahui sempat mengganti penggunaan SIMRS Khanza yang dirintis sebelumnya oleh Plt Direktur RSUD Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko.
Ia justru menggunakan SIMRS buatan Lintas Arta. Bersamaan dengan itu, Prima diduga telah memutasi Sharon SKom dari jabatan Kepala Unit SIMRS di RSUD yang selama ini diandalkan sebagai kepala tim IT rumah sakit.
Alhasil, penggunaan Lintas Arta disebut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 13 Mei lalu. Hingga akhirnya aplikasi Lintas Arta pun dihentikan. Tak jelas kini aplikasi SIMRS apa yang dipergunakan pihak rumah sakit.
Faktanya, pada Minggu (14/5/2023) lalu, rumah sakit pun kelimpungan melayani pasien. Ratusan pasien antre dan tak terlayani oleh petugas rumah sakit. Sebagian memilih pulang karena tak sabar menunggu. Petugas rumah sakit akhirnya menggunakan sistem manual yang membuat antrean makin panjang.
Batal menggunakan SIMRS Lintas Arta, kini posisi RSUD Kepulauan Meranti terjepit. YASKI selaku pemegang hak sekaligus pengembang aplikasi Khanza tak mau lagi memberi akses ke RSUD Meranti.
Pihak yayasan memberi syarat membuka kembali akses. Mereka hanya mau membuka akses jika Direktur RSUD Kepulauan Meranti diganti. Rumah sakit pemerintah ini pun sudah ditangguhkan keanggotaannya untuk sementara.
Khanza selama ini telah digunakan oleh ribuan faailitas kesehatan di Indonesia. Aplikasi itu juga direkomendasi oleh Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Informasi yang beredar, penggantian aplikasi oleh pihak rumah sakit ada kaitannya dengan proyek Diklat Kepemimpinan untuk penunjang pada jabatan Eselon III.
dr Prima pernah menyebut penggantian aplikasi Khanza dikarenakan alasan teknis. Namun, sejumlah tenaga medis mengaku tidak pernah dikoordinasikan soal penggantian aplikasi tersebut.
Penerapan sistem manual sudah terbukti membuat pelayanan pasien terganggu. Akibatnya antrean pasien di RSUD Kepulauan Meranti membludak dan menumpuk, ratusan pasien tidak terlayani dengan baik.
YASKI kadung kecewa dengan langkah RSUD Kepulauan Meranti yang sempat menghentikan penggunaan aplikasi Khanza. Ketua YASKI Windiarto Nugroho bahkan menyebut kalau Direktur RSUD Kepulauan Meranti terkesan menjelekkan aplikasi tersebut.
"Tiba-tiba saja ganti sistem tanpa ada telaah terlebih dahulu. Dapat infonya karena masalah lelet di jaringan, padahal konfirmasi dari direktur sebelumnya aman-aman saja jaringan di sana," kata Windiarto beberapa waktu lalu.
Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kepulauan Meranti Irmansyah sempat datang ke RSUD Kepulauan Meranti, Minggu (14/5/2023) untuk menanggapi keluhan dari masyarakat terkait lambatnya pelayanan pasien.
Kepada Irmansyah, Direktur RSUD Prima membenarkan ada keluhan dari masyarakat terkait pelayanan yang lambat. Hal tersebut, katanya, karena perbaikan aplikasi sistem pelayanan di RSUD yang membutuhkan waktu 1 sampai 2 hari sehingga sistem tersebut bisa difungsikan kembali.
"Saat ini kita melakukan pelayanan secara manual, dan membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang cukup lama," ungkap Prima.
Dia juga menjelaskan alasan pihaknya mengganti aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)
dari yang gratis menjadi berbayar. Menurutnya, penggantian itu sebagai cara untuk mempermudah sistem pelayanan di RSUD Kepulauan Meranti.
"Kalau sistem yang gratis itu, kita harus melakukan pengembangan dan membutuhkan banyak biaya untuk tenaga IT, programmer, dan tenaga pendamping," kata Prima.
Sontak saja pernyataan Prima Wulandari itu mendapatkan respon langsung dari Windiarto Nugroho selaku pengembang SIMRS Khanza. Menurutnya apa yang disampaikan Prima Wulandari tidak benar adanya.
"Gak ada, tinggal dipakai saja. Silahkan saja dilakukan proses telaah dan bisa dibandingkan mana yang sudah matang mana yang belum. SIMRS Khanza sudah dipakai di 1.500 rumah sakit di Indonesia. Secara logika sudah sangat matang dibandingkan yang lain. Mau diadu dengan SIMRS Rp 5 miliar pun juga gak akan kalah," ujarnya.
Windiarto menegaskan, walaupun SIMRS Khanza gratis, namun tidak murahan. Hal itu terbukti aplikasi itu sudah memiliki fitur Picture Archiving and Communication System (PACS) atau metode komputerisasi komunikasi dan menyimpan data gambar medis seperti computed radiographic, fluoroscopic, magnetic resonance dan foto X-ray.
Selain itu juga aplikasi ini bisa Bridging VClaim BPJS Kesehatan dan Platform Satu Sehat Kemenkes.
"Jika sistem aplikasi yang lain harus membeli PACS seharga miliaran, kita malah ajari user agar bisa pakai yang free dan open source. Seharusnya RSUD kalau mau pakai sistem buat telaah dulu biar nggak jadi temuan, apalagi itu yang berbayar," pungkasnya. (R-01)