9 Juta Hektare Kebun Sawit Ngemplang Pajak, DPR Dukung Dirjen Pajak Bergerak Mengusut
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Temuan adanya 9 juta hektare kebun kelapa sawit yang tidak membayar pajak diminta untuk segera ditindaklanjuti oleh Dirjen Pajak Kemenkeu. DPR mendukung penyelesaian kasus itu dilakukan dengan pembayaran denda atau penalti.
"Adanya 9 juta hektar lahan sawit ini sangat luas, kalau mereka belum bayar pajak tentu negara dirugikan,” kata Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam keterangan tertulis Kamis (11/3/2023).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengungkap hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menemukan data 9 juta hektare lahan sawit di Indonesia yang tidak membayar pajak.
“Dari 16,8 juta ha itu, ternyata tidak semuanya membayar pajak. Hanya 7,3 juta ha yang bayar pajak. Sekarang kita kejar itu,” kata Luhut dalam seminar yang digelar Ikatan Alumni ITB di Jakarta, Rabu (10/5/2023) lalu.
Luhut yang juga merupakan Ketua Pengarah Satgas Tata Kelola Industri Sawit itu mengatakan sudah melaporkan hal tersebut ke Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Saya bilang ke Presiden Jokowi, nggak usah dibawa ke legal, penalti saja karena ini melanggar aturan. Jadi, perusahaan sawit kena penalti, ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berapa nilai penaltinya,” kata dia.
Cak Imin lantas menyatakan mendukung Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengusut temuan Menko Marves Luhut Panjaitan tersebut.
“Temuan yang disampaikan Pak Luhut ini saya kira harus ditelusuri betul oleh DJP, usut sampai tuntas," terang Cak Imin.
Cak Imin mengatakan koordinasi antarkementerian dan lembaga juga perlu dilakukan untuk menelusuri keabsahan pengusaha yang tidak bayar pajak tersebut. Serta menggali sudah berapa lama mereka tidak membayar pajak.
“Tentunya semua stakeholder harus duduk bersama dan telusuri betul siapa-siapa yang menunggak pajak. Dan kalau memang ada pelanggaran, ya tindak tegas sesuai aturan,” ujarnya.
Menurut Cak Imin, data hasil audit BPKP dan BPDKS tersebut dapat dijadikan acuan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sawit di Indonesia.
“Hasil audit BPKP dan BPDKS saya kira cukup menjadi acuan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sawit kita. Karena mestinya lahan sawit yang luas itu menjadi potensi pajak yang cukup besar,” kata Cak Imin.
2.671 Subjek Hukum
Berdasarkan data yang dihimpun PURAKA, sejak Agustus 2021 hingga Maret 2023, Menteri LHK Siti Nurbaya telah menerbitkan 11 surat keputusan yang berisi subjek hukum yang melakukan pembukaan hutan dan kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan. Total ada sebanyak 2.671 subjek hukum (korporasi, kelompok, individu dan instansi pemerintah) yang menguasai lahan tersebut. Kebanyakan lahan hutan yang dikuasai dipergunakan untuk kebun kelapa sawit.
Tujuan penerbitan SK tersebut untuk memberikan 'pengampunan' hingga batas waktu 23 November 2023 mendatang. Hal tersebut merupakan mandat pasal 110A dan 110B Undang-undang Cipta Kerja.
Berdasarkan beleid itu, bisa dilakukan upaya pembebasan jerat pidana kehutanan kepada pelaku usaha tanpa izin yang ada sebelum terbitnya UU Cipta Kerja.
Syaratnya, para penguasa hutan tanpa izin bersedia membayar denda dengan rumus perhitungan yang ditentukan oleh KLHK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.
Luhut Ketua Pengarah Satgas Kelapa Sawit
Untuk mengoptimalkan Tata Kelola Industri Sawit, Presiden Joko Widodo telah membentuk Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara alias Satgas Tata Kelola Industri Sawit.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara ditunjuk memimpin Satgas ini.
Luhut jadi Ketua Pengarah dengan dua wakil, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinaotr Politik Hukum Keamanan Mahfud Md. Sedangkan Suahasil jadi Ketua Pelaksana.
"Berdasarkan hasil audit masih terdapat permasalahan dalam tata kelola industri kelapa sawit yang berpotensi pada hilangnya penerimaan negara dari pajak dan/atau bukan pajak," demikian bunyi poin pertimbangan dalam Keputusan Presiden atau Kepres Nomor 9 Tahun 2023 yang mengatur soal Satgas ini, yang diteken Jokowi pada 14 April 2023.
Selain untuk penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit, Satgas ini juga dibentuk untuk penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri ini.
Dalam Satgas ini, pengarah bertugas memberi arahan kepada pelaksana terkait percepatan penanganan tata kelola industri dan pemulihan penerimaan tersebut. Lalu pengarah yang akan melakukan pemantauan dan evaluasi.
Sedangkan pelaksana bertugas menetapkan kebijakan strategis, melakukan upaya hukum, hingga pemetaan hak negara yang berasal dari penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak atas pemanfaatan lahan kelapa sawit.
Akan tetapi, Satgas tidak berwenang ke penanganan perkara di bidang hukum pidana terkait sawit yang sedang ditangani aparat penegak hukum, sedang ada upaya hukum, atau telah inkrah. Satgas ini bertugas sampai 30 September 2024. (*)