Keponakan Prabowo Suruh KPU Sekolah Lagi, Protes Keras Cara Perhitungan Jumlah Caleg Perempuan
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kebijakan Komisi Pemilihan Umum tentang perhitungan persentase 30 persen keterwakikan perempuan dalam jumlah calon anggota legislatif (caleg) diprotes keras. Sistem pembulatan ke bawah dengan hasil angka desimal nol koma lima, dinilai merugikan kepentingan perempuan di Indonesia.
Salah satu yang bersuara keras yakni Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati. Keponakan Prabowo Subianto ini bahkan menyindir agar KPU sekolah lagi. Saras, panggilan populer Saraswati adalah putri dari Hasyim Djojohadikusumo yang merupakan adik Prabowo Subianto.
Saras menyebut, aturan teknis penghitungan KPU membuat jumlah caleg perempuan terancam tak memenuhi target 30 persen, padahal itu dipersyaratkan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Ini persoalan hukum yang jelas-jelas ada penyelewengan, ada kesalahan yang sangat fatal. Yang ditantang ini UUD 1945 dan UU Pemilu yang sudah dibuat dari 2017 belum berubah sampai saat ini," kata Saras kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).
Menurutnya, Peraturan KPU tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
"Seharusnya tidak dipatahkan dengan aturan di bawahnya undang-undang, yaitu yang namanya Peraturan KPU. Jadi ini jangan sampai ini pembenaran," tegas Saras.
Dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR/ DPRD, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima. Sebagai misal, jika di suatu dapil terdapat 4 kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 1,2.
Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 4 kursi di dapil itu cukup hanya 1 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat. Padahal, 1 dari 4 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan UU Pemilu.
KPU selalu berdalih, pembulatan ke bawah pada angka desimal kurang dari koma lima itu menggunakan metode matematis. Ini ditegaskan lagi oleh Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik kepada awak media kemarin.
"Saya yakin rekan-rekan jurnalis pada saat di sekolah maupun perkuliahan, ketika dilakukan pembulatan secara matematika murni, maka 0,0 sampai 0,4 itu dibulatkan ke bawah, dan 0,5 ataupun lebih itu dibulatkan ke atas," ungkapnya, Senin (8/5/2023).
"Ini kan standarnya matematika, bukan pembulatan yang baru dalam dunia matematika," tambah Idham.
Merespons hal itu, Saras kembali menyinggung simulasi pembulatan ke bawah pada hasil penghitungan 30 persen dari alokasi 4 kursi di suatu dapil.
"Jika 1 dari 4 bukan 30 persen, 1 dari 7 dan 2 dari 8 itu tidak 30 persen," ungkap anggota Kaukus Perempuan Politik Indonesia itu.
"Jadi di sini tidak ada keberpihakan KPU terhadap perempuan, caleg perempuan, walaupun mereka menyatakan bahwa ini hanya matematika. Matematikanya tidak tahu pakai profesor yang mana. Pastinya harus lagi kembali sekolah," sindir Saras. (*)