5 Kontroversi BUMD PT Pengembangan Investasi Riau: Boncos Ambil Alih Utang PT Riau Airlines Hingga Transfer Uang Janggal ke Petinggi Perusahaan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - BUMD milik Pemprov Riau yakni PT Pengembangan Investigasi Riau (PIR) mendadak jadi perhatian publik dalam sepekan terakhir. Ini bermula dari cuitan akun Twitter @cakrawirabangsa mengunggah sejumlah foto bukti transfer diduga aliran dana dari PT Edco Persada Energi ke Komisaris PT PIR, Jonli.
Hingga, kini persoalan dugaan aliran uang dari mitra kerjanya ke petinggi PIR tersebut masih menjadi pergunjingan. Pasokan uang dinilai tak wajar karena terkesan menunjukkan integritas pengurus perseroan diragukan.
PIR adalah BUMD yang sebagian besar sahamnya dimiliki Pemprov Riau. Berdasarkan situs resmi perusahaan prpir.co.id, Pemprov Riau menguasai saham mayoritas sebesar 63 persen setara dengan Rp. 124.990.600.000 modal yang disetor.
Selain itu, Pemkab Siak memiliki andil saham senilai Rp 67.662.279.300 atau 34 persen saham. Sisanya, 3 persen saham atau sebesar Rp 5 miliar dimiliki oleh Pemkab Rokan Hilir. Total modal yang disetor pemegang saham mencapai Rp. 197.652.879.300.
Saat ini, pengelolaan PT PIR dipegang oleh Adel Gunawan sebagai direktur utama dan Syafruddin sebagai direktur operasional. Sementara, mantan Kadisnaker Riau, Jonli merupakan komisaris.
Berikut 5 kontroversi yang menerpa PT PIR:
1. Boncos Menanggung Utang PT Riau Air
Utang PT Riau Airlines (Riau Air) pada 2012 lalu diambil alih (novasi) oleh PT PIR. Keputusan itu dinilai untuk menyelamatkan Riau Air yang tertimpa cengkeraman utang jumbo kepada PT Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Nasib Riau Air sendiri sampai sekarang makin tak jelas. Sejumlah asetnya raib entah kemana. Pesawat Riau Air dikabarkan sempat teronggok menjadi besi tua di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.
Talangan utang Riau Air yang ditanggung PIR membuat keuangan perusahaan goyang. Di dalam perjanjian tentang pembelian Surat Hutang yang ditandatangani pada 22 Oktober 2012 lalu, disebutkan bahwa PIR membeli Surat Hutang RAL senilai Rp 86 miliar yang dibayar dalam jangka waktu 5 tahun dengan bunga 24 persen per tahun. Dalam surat pernyataan itu, disebutkan bahwa terhadap pinjaman oleh PIR adalah gadai 90 persen saham RAL.
Perjanjian ditandatangani Rida K Liamsi selaku Dirut PIR dan Teguh Triyanto selaku Dirut RAL. Perjanjian diketahui oleh OK Nizami Djamil selaku Komisaris Utama (Komut) PIR dan Wan Syamsir Yus selaku Komut RAL.
Soal adanya surat perjanjian ini belum dikonfirmasi kepada pihak-pihak terkait.
Informasi menyebut total utang PIR ke BMI hingga 2018 telah dibayarkan Rp 56,4 miliar ke BMI. Namun, soal jumlah uang ini belum terkonfirmasi akurasinya. Sementara sejak 2018 PT PIR tidak lagi membayar utang tersebut karena adanya kemungkinan perjanjian cacat hukum karena objek jual beli yang dijaminkan tidak jelas.
Pengambialihan utang Riau Air itu dilakukan PIR setelah Riau Air sempat digugat pailit di Pengadilan Niaga Medan oleh PT Bank Muammalat Indonesia dan PT Anugrah Citrabogatama. Belakangan, Mahkamah Agung membatalkan status kepailitan Riau Air.
Berdasarkan Akad Murabahah yang ditandatangani PIR bersama BMI, persetujuan prinsip akad disesuaikan dengan surat persetujuan prinsip pembiayaan tertanggal 25 September 2012 nomor: 020/OL/BMI/KPO-REM/IX/12.
Isinya menyebutkan fasilitas pembiayaan Murabahah untuk kegunaan novasi pembiayaan PT Riau Airlines (Riau Air) dengan harga beli Rp 64.300.000.000, serta harga jual Rp 102.295.864.874. Jangka waktu selama 84 bulan (grace period 12 bulan).
Kini, PIR disebut telah berhenti membayar novasi utang Riau Air ke Bank Muamalat Indonesia (BMI). Nasib Riau Air tak jelas, keuangan PIR bobol.
2. Anak Perusahaan Berkinerja Buruk
Sejumlah anak perusahaan PT PIR juga diketahui tidak memiliki kinerja yang baik bahkan cenderung merugikan induk perusahaan. Proyek-proyek yang digarap mangkrak padahal investasi sudah dicurahkan.
Misalnya, PT Riau Power yang diproyeksi mengoperasikan pembangkit turbin milik Pemprov Riau hibah dari PT Chevron produksi tahun 1976, ternyata sudah tidak bisa digunakan lagi.
Anak perusahana PT Riau Power Dua juga terlibat dalam pembangunan PLTU dengan pekerjaan jasa konstruksi terintegrasi pengembangan PLTU berbasis batu bara kapasitas 2 x 3 mega watt tahun anggaran 2007-2008 memakan uang rakyat sebesar Rp91.673.299.261, dengan kontraktor pelaksana PT Modaco Enersys.
Lokasi PLTU ini berada di Kampung Koto Ringin, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak. Sejak dibangun 13 tahun lalu, PLTU ini mangkrak dan belum pernah dioperasikan
Anak usaha lainnya, PT Riau Multi Trade, yang berkasus terkait utang piutang yang belum selesai.
Sementara PT Tanara Gagas Kreasi yang dulunya dibuat untuk menangani advertising saat ajang PON 2012, ternyata gagal.
3. Investasi Besar, Dividen Kecil
Sebagai perusahaan, PT PIR nampaknya belum moncer. Hal ini terindikasi dari perbandingan nilai investasi dan dividen yang diberikan kepada pemegang saham.
Pemerintah Provinsi Riau sebagai pemegang saham mayoritas sudah menyuntik modal sebesar Rp 124.9 miliar. Namun, hingga 20 tahun beroperasi, Pemprov Riau hanya mendapat total dividen sebesar Rp 15.78 miliar atau hanya 12 persen saja dari modal yang sudah diberikan.
4. Angkat Tenaga Ahli Mantan Koruptor
Manajemen PT PIR mengambil kebijakan kontroversi saat mengangkat mantan pesakitan kasus korupsi Yan Prana sebagai tenaga ahli di PT PIR. Diketahui, Yan Prana merupakan mantan Sekdaprov Riau yang terlibat kasus korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak tahun anggaran 2013-2017. Ia divonis dua tahun penjara. Kasus itu terjadi ketika Yan Praja menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak.
Hanya berselang enam bulan setelah resmi keluar jeruji besi, Yan Prana langsung ditunjuk sebagai Tenaga Ahli Komisaris PT PIR.
Pengangkatan Yan Prana itu diduga tak sesuai aturan. Sebab dalam Permendagri ataupun aturan lain, tidak ada nomenklatur jabatan tenaga ahli komisaris.
Selain itu pula, komisaris tak memiliki hak untuk mengangkat tenaga ahli. Melainkan hal ini adalah kewenangan direksi. Kesalahan dalam surat perjanjian kerja ini pun berkonsekuensi pada pengembalian gaji Yan Prana hingga dibuat kontrak baru.
5. Kasus Aliran Uang ke Petinggi PIR
PT Pembangunan Investigasi Riau (PT PIR) menjadi perhatian publik setelah akun Twitter @cakrawirabangsa mengunggah sejumlah foto bukti transfer diduga aliran dana dari PT Edco Persada Energi ke Komisaris PT PIR, Jonli.
Akun @cakrawirabangsa mengunggah dua foto bukti transfer. Foto pertama berisi laporan transaksi PT Edco Persada Energi yang ditujukan kepada Rizki lIman senilai Rp 20 juta rupiah pada tanggal 5 April 2023.
Kejanggalan dalam transfer itu yakni keterangan lebih lanjut atau extended details yang menyebutkan Pay Biaya Operasional Cost (0c) -Dirops PT. PIR untuk kelancaran operasional Tambang @EPE-CR.
Sementara itu foto kedua berisi transfer sejumlah Rp 34,884,000.00 pada Oktober 2012 ke PT Riway Internasional. PT Riway diketahui adalah sebuah sebuah perusahaan multi level marketing (MLM) yang menjual produk kesehatan.
Anehnya, detail lanjutan atau extended detail yang dituliskan bukannya pembelian barang kepada PT Riway. Melainkan dituliskan Pay Biaya Operasional PIR di Site Peranap Berdasarkan NO,485/EPEHOM/ IX/ 2022.
PT Edco adalah mitra bisnis PT PIR yang memiliki usaha izin pertambangan batu bara di Indragiri Hulu, Riau. (CR-01)