Gawat! Peraih Kalpataru Jadi Tersangka Penjual Kulit Harimau Sumatera, Ini Sosoknya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Polres Kerinci menangkap aktivis pegiat konservasi yang hendak menjual kulit harimau.
Kejadian ini cukup memalukan. Pasalnya, pegiat konservasi yang bertujuan melindungi hutan malah menjual kulit harimau yang dipastikan masuk dalam satwa langka.
Pegiat konservasi itu bernama Yaparudin (38) asal Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Ia tertangkap tangan saat hendak menjual kulit harimau sumatera. Kulit harimau itu diduga berasal dari areal Taman Nasional Kerinci Seblat.
Yaparudin (38), tertangkap tangan hendak menjual kulit harimau sumatera di Kota Sungai Penuh, Jambi.
Yaparudin, yang juga mantan anggota Masyarakat Mitra Polisi Hutan, telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman 5 tahun penjara.
Yaparudin ditangkap tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kerinci di depan Hotel Mahkota, Sungai Penuh, Kamis (4/5/2023) pukul 10.00.
Ia kedapatan memegang kantong berisi kulit harimau sumatera sepanjang 2 meter. Saat itu, dia diduga sedang menunggu pembeli.
”Yang bersangkutan (Yaparudin) tertangkap tangan. Statusnya sudah tersangka. Mulai hari ini yang bersangkutan kami tahan karena terlibat langsung dalam transaksi jual beli kulit harimau,” kata Kepala Satreskrim Polres Kerinci Ajun Komisaris Edi Mardi Siswoyo, Jumat (5/5/2023).
Edi menjelaskan, penangkapan Yaparudin bermula dari informasi masyarakat yang menyebut akan ada transaksi jual-beli kulit harimau di sekitar lokasi penangkapan.
Polisi lalu melakukan pemetaan dan mengecek lokasi. Yaparudin kemudian kedapatan sedang membawa kulit harimau tersebut.
Menurut Edi, sampai saat ini, Yaparudin belum mau menjelaskan perbuatannya secara terbuka.
”Yang bersangkutan (Yaparudin) tertangkap tangan. Statusnya sudah tersangka. Mulai hari ini yang bersangkutan kami tahan karena terlibat langsung dalam transaksi jual beli kulit harimau,” kata Kepala Satreskrim Polres Kerinci Ajun Komisaris Edi Mardi Siswoyo, Jumat (5/5/2023).
Edi menambahkan, Yaparudin yang berdomisili di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, Pesisir Selatan, dulunya merupakan mitra TNKS sehingga dekat dengan orang-orang taman nasional tersebut. Namun, ia kemudian dipecat karena ada indikasi terlibat aktivitas ilegal.
”Ternyata bisa dibuktikan. Informasi yang kami dapat, dia diduga sering melakukan aktivitas ini (ilegal), tetapi sangat rapi (dalam beraksi). Cuma, ketika kami buka ponselnya, dia tidak bisa mengelak lagi. Percakapan dengan calon pembeli dan pemilik barang, kami dapatkan semua. Rencananya kulit harimau akan dijual Rp 20 juta,” ungkap Edi.
Atas perbuatannya, Yaparudin dijerat dengan Pasal 21 Ayat (2) Huruf b dan Huruf d serta Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukuman untuk dia adalah pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
Kepala Bidang Wilayah II TNKS Sumbar, Ahmad Darwis mengatakan, Yaparudin memang pernah menjadi anggota Masyarakat Mitra Polisi Hutan TNKS sejak tahun 2019.
Namun, pada November 2022, dia dipecat karena sejumlah tindak indisipliner. Dia juga pernah memberikan informasi tidak valid kepada petugas dan kerap mengutip uang dari industri ilegal.
Meskipun pelaku pernah terlibat sejumlah masalah, dugaan keterlibatan Yaparudin dalam transaksi satwa liar dilindungi tetap mengejutkan.
”Kami juga sangat kaget. Konservasi memang betul-betul butuh orang sangat idealis, bukan yang memanfaatkan konservasi untuk kepentingan pribadi,” kata Darwis.
Dari pengecekan jejak percakapan di ponsel pelaku, didapat informasi bahwa kulit harimau itu didapat dari seorang penjerat harimau di areal hutan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Terkait asal-usul kulit harimau yang diperdagangkan itu, Darwis belum mengetahuinya.
Namun, ada dugaan kulit harimau itu berasal dari Pesisir Selatan. Sebab, beberapa bulan lalu, sempat ada konflik harimau sumatera di kawasan Balai Besar TNKS Resor Lunang Sako di Pesisir Selatan.
”Dilihat dari bukti kulit harimau, masih baru. Akan kami telusuri,” tutur Darwis.
Dia pun meminta kepolisian mengusut kasus perdagangan bagian tubuh satwa liar dilindungi itu sampai tuntas. Pihak yang menyuruh, sumber dana, dan jaringan yang terlibat harus diungkap.
Peraih Kalpataru Tingkat Provinsi
Yaparudin sebenarnya bukan sosok baru di dunia konservasi. Ia bahkan pernah mendapat penghargaan Kalpataru tingkat Provinsi Sumatera Barat.
Namanya masuk dalam SK Gubernur Sumatera Barat No 660-745-2019 Tentang Penetapan Penerima Penghargaan Kalpataru Tingkat Provinsi Sumatera Barat Tahun 2019 pada tanggal 30 September 2019 silam. Penyerahan plakat Kalpataru diserahkan oleh Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni di halaman kantor bupati pada Senin (4/11/2019) silam.
Penghargaan kepada Yaparudin karena dirinya dinilai sebagai tokoh pemerhati dan peduli lingkungan. Sejak 2014, ia melakukan upaya perlindungan hutan, menanam pohon, dan memelihara obyek ekowisata Air Terjun Sako Tapan.
Ia disebut pula menjaga kawasan hutan dari kegiatan pembalakan liar dan melaporkannya ke pihak berwenang, serta menggerakkan kepedulian masyarakat terhadap hutan dan lingkungan.
Secara terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar Wengki Purwanto mengatakan, informasi penangkapan Yaparudin itu mengejutkan banyak pihak.
Sebab, selama ini, pelaku dikenal sebagai orang yang aktif melaporkan setiap aktivitas perusakan hutan, terutama di kawasan TNKS.
”Setiap pekan selalu ada informasi kerusakan kawasan hutan yang disuarakan oleh yang bersangkutan untuk ditindak oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait. Jadi, yang bersangkutan selama ini dikenal sebagai sosok peduli dan aktif terhadap pemberantasan perusakan kawasan hutan,” kata Wengki.
Wengki menambahkan, Walhi Sumbar menunggu proses hukum lebih lanjut untuk membuktikan apakah benar Yaparudin hendak menjual kulit harimau itu atau justru dijebak.
”Biarlah nanti proses hukum yang akan membuktikan posisi hukum yang bersangkutan di kasus perdagangan kulit harimau ini sebagai pelaku, penadah, korban, atau bagaimana,” ujarnya.
Wengki pun mendorong proses hukum terhadap Yaparudin dilakukan secara profesional. Apalagi, kejahatan ini tidak mungkin dilakukan oleh satu orang, tetapi melibatkan jaringan yang kuat.
Hal ini juga kesempatan bagi Yaparudin untuk membongkar siapa saja terlibat kejahatan ini seluas-luasnya.
Di sisi lain, Wengki menyebut, kasus ini juga menjadi catatan dan evaluasi bagi TNKS dalam sistem perekrutan dan kaderisasi serta pemantauan anggota Masyarakat Mitra Polisi Hutan.
”Ketika itu tidak terkawal dengan baik, ’baju mitra polhut’ itu justru dapat disalahgunakan,” tuturnya. (*)