20 Tahun Mati Suri, Kini BUMD PT Riau Petroleum Ketiban Durian Runtuh Berhambur Uang Minyak Blok Rokan Rp 1 Triliun
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Riau PT Riau Petroleum segera akan menjadi BUMD yang paling banyak mendapatkan uang. Penunjukkan perusahaan sebagai pengelola Participating Interest (PI) 10 persen Blok Minyak Rokan merupakan durian runtuh yang menyelamatkan muka perusahaan.
Setelah 23 tahun dibentuk, sebelumnya PT Riau Petroleum tak sempurna disebut sebagai badan usaha. Alasannya, geliat bisnis perusahaan sama sekali tak pernah terdengar. Jika pun menjadi pembicaraan publik, itu lantaran perusahaan ini meminta dana penyertaan modal ke Pemprov Riau.
Alokasi penyertaan modal ke PT Riau Petroleum selama ini disebut-sebut hanya habis terpakai untuk belanja operasional perusahaan, termasuk membayar gaji para pengurusnya. Apa bisnis yang dijalankan tak jelas, tak pernah menyumbang deviden dan mesin perusahaan nyaris kolaps, mati suri.
Tapi itu dulu. Jika sebelumnya tak banyak orang yang berminat menjadi pengurus perseroan ini, namun sejak tahun 2020 lalu, banyak pihak dan kepentingan yang berlomba-lomba mengincarnya. Targetnya perusahaan bisa kecipratan uang minyak dari Blok Rokan.
Presiden Jokowi sebelum masa kampanye pilpres 2019 mendengungkan akan mengambil alih Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Sebelumnya, selama hampir 90 tahun, blok kaya minyak terbesar di Tanah Air ini digarap oleh perusahaan asing.
Janji itu dibuktikan Jokowi. Per 9 Agustus 2021, Blok Rokan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Masa kontrak CPI tak diperpanjang. Pengelolaan Blok Rokan diserahkan kepada Pertamina melalui cucu perusahaannya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Pasca dikelola PHR, keterlibatan pemerintah daerah penghasil minyak dibuka. Jika selama ini uang minyak hanya diperoleh dari dana bagi hasil migas (DBH) yang saban tahun makin kering, kini pemda di Riau bisa ikut serta mendapat jatah Participating Interest (PI) 10 persen.
Gubernur Riau Syamsuar sejak dua tahun lalu telah menunjuk PT Riau Pertroleum sebagai pengelola PI tersebut. Dua hari lalu, Syamsuar menyampaikan kabar baik. Proses penerbitan izin PI di tingkatan Pertamina nyaris tuntas. Proses akhir ada di SKK Migas dan selanjutnya akan ditetapkan oleh Menteri ESDM.
"Insya Allah bulan Juni nanti diserahkan," kata Syamsuar kepada media, Selasa (2/5/2023) kemarin.
Syamsuar menyebut dana PI yang akan cair adalah periode tahun 2021-2022. Ia memperkirakan uang minyak Riau yang akan diperoleh dari PI mencapai Rp 1 triliun.
"PI yang belum cair selama 2 tahun, 2021-2022. Kalau jumlahnya bisa mencapai Rp1 triliun lebih. Dana itu nanti dibagi untuk lima daerah yang wilayahnya masuk Blok Rokan," ungkapnya seraya menyebut akan ada seremonial penyerahan PI dari Dirut PT Pertamina.
Kembali ke PT Riau Petroleum. Setelah hampir 23 tahun dibentuk, perusahaan segera akan menjadi BUMD yang paling basah. Padahal, sebelumnya perusahaan ini paling kering dan susah.
Keberuntungan ada di tangan Husnul Kausarian. Pada Senin, 26 Juli 2021 lalu, peraih gelar doktor (PhD) ini ditetapkan sebagai Direktur PT Riau Petroleum. Usianya masih muda, tapi Pemprov Riau lebih mempercayainya, tak tahu apa sebabnya.
Jejak PT Riau Petroleum
PT Riau Petroleum dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau Nomor 9 tahun 2002 tanggal 11 Juli 2002. Untuk pertama kalinya, akta pendirian perusahaan diterbitkan oleh notaris H Asma Yunus SH dengan nomor akta 08 tanggal 9 September 2022.
Sementara, perusahaan ini baru mendapat legalisasi dari Menteri Hukum dan HAM lewat SK nomor: C-21612 HT.01.01TH.2002 yang diterbitkan pada 6 November 2002.
Inisiatif pendirian PT Riau Petroleum dilakukan oleh Gubernur Riau saat dijabat oleh Saleh Djasit. Dia adalah Gubernur Riau pertama pasca gerakan reformasi 98.
Dalam Perda Provinsi Riau Nomor 9 tahun 2002 tentang pembentukan BUMD Bidang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi PT Riau Petroleum disebutkan, perusahaan hadir merespon akan berakhirnya masa konsesi PT Chevron Pacific Indonesia (dulu PT Caltex Pacific Indonesia/ CPI) pada ladang migas yang terdapat di Riau.
"Maka perlu disiapkan suatu badan pengelola untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya guna pembangunan Riau. Yakni keikutsertaan masyarakat Riau, pendapatan daerah serta membuka lapangan dan kesempatan kerja," demikian bunyi penjelasan perda tersebut.
Kala itu, masa konsesi blok migas Caltex yang segera berakhir adalah Coastal Plain Pekanbaru yang populer disebut CPP Blok. Namun bukannya mendapat kesempatan mengelola blok migas tersebut, CPP Blok justru diserahkan kepada PT Bumi Siak Pusako yang membentuk Badan Operasi Bersama (BOB) Pertamina Hulu.
Sejak saat itu, PT Riau Petroleum seperti kehilangan jati dirinya sebagai perusahaan perminyakan. Apalagi, kesempatan kedua justru lewat begitu saja. Salah satu blok migas lain yakni Blok Langgak justru diserahkan pengelolaanya kepada BUMD PT Sarana Pembangunan Riau (SPR). Sampai di situ, PT Riau Petroleum tak pernah kedengaran lagi hingga durian runtuh dari Blok Rokan kesampaian juga.
Diketahui saat ini, PT Riau Petroleum tak hanya mendapat penunjukkan dari Pemprov Riau untuk mengelola PI 10 persen dari Blok Rokan saja. Namun, perusahaan ini melalui anak usahanya mendapat penugasan sebagai pengelola PI blok minyak skala kecil lainnya di Riau.
Di antaranya, anak-anak usaha PT Riau Petroleum mengelola PI untuk blok wilayah kerja (WK) Kampar, WK Mahato, WK Siak dan WK Malacca Strait. Khusus WK Malacca Strait, PT Riau Petroleum ditunjuk oleh Pemkab Kepulauan Meranti.
Hanya saja, yang saat ini baru menghasilkan yakni PI dari WK Siak lewat pengelolaan PT Riau Petroleum Siak. Blok ini dikelola oleh PHE Siak. (*)