Gawat! Negara Ini Hukum Mati 6 Warganya karena Pindah Agama
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Enam warga Libya menghadapi hukuman mati karena pindah agama menjadi Kristen dan menyebarkan agama.
Mereka dijerat berdasarkan undang-undang yang makin sering digunakan untuk membungkam masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia.
Dilansir The Guardian, Rabu (3/5/2023), para wanita dan pria - beberapa dari kelompok etnis minoritas Libya, termasuk Amazigh, atau Berber, di bagian barat negara itu - ditahan secara terpisah sejak Maret oleh pasukan keamanan.
Seorang warga negara AS ditangkap oleh Badan Keamanan Internal Libya (ISA) bulan lalu, tetapi dibebaskan dan diketahui telah meninggalkan negara itu.
Keenam warga Libya telah didakwa berdasarkan pasal 207 KUHP negara tersebut, yang menghukum setiap upaya untuk mengedarkan pandangan yang bertujuan untuk "mengubah prinsip dasar konstitusional, atau struktur dasar tatanan sosial", atau menggulingkan negara, dan siapapun yang memiliki buku, selebaran, gambar, slogan "atau barang lain" yang mempromosikan tujuan mereka.
ISA mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penangkapan itu untuk "menghentikan aksi geng terorganisir yang bertujuan untuk meminta dan membuat orang meninggalkan Islam".
Seorang pengacara salah satu tahanan mengatakan keluarga mereka mengetahui bahwa mereka telah ditangkap ketika video pengakuan mereka diunggah online oleh ISA.
Salah satu video memperlihatkan Seyfao Madi, seorang insinyur dan ayah dari satu anak, mengaku bahwa dia masuk Kristen pada 2017 dan telah mencoba untuk mengubah orang lain.
"Saya lahir pada 1977 dan saya ditangkap oleh Satuan Keamanan Dalam Negeri karena masuk Kristen. Saya bergabung dengan sekelompok orang Libya dan orang asing di dalam Libya yang menyerukan dan menyebarkan kekristenan," katanya.
"Pada 2016 teman saya memperkenalkan saya kepada teman-teman lain, di antaranya seorang Kristen dari AS. Kami berbicara dan berdiskusi... kemudian saya bertobat tahun berikutnya dan dia membaptis saya."
Pengacaranya, Wail Ben-Ismail, mengatakan dia meninggalkan iman Kristennya di bawah siksaan.
Menurut organisasi hak asasi manusia Humanists International, undang-undang Libya sebagian besar didasarkan pada agama. Sebuah konstitusi sementara, yang ditulis setelah penggulingan mantan pemimpin Muammar Gaddafi pada 2011, menjamin kebebasan bagi non-Muslim untuk menjalankan keyakinan mereka.
Namun, pertempuran politik yang terus berlanjut antara pemerintah Islamis yang didukung secara internasional di Tripoli dan pemerintah sekuler di Tobruk membuat konstitusi tersebut ditangguhkan. (*)