Kasus Korupsi Bupati Meranti Muhammad Adil, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri, Ini Daftarnya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Setelah memeriksa belasan saksi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencegahan ke luar negeri sebanyak 4 orang dalam kasus korupsi tersangka Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil. Pencegahan tersebut telah diajukan KPK ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Adapun keempat orang tersebut yakni Muhammad Reza Fahlevi, Maria Giptia dan Dent Surya AR. Ketiganya berasal dari pihak swasta. KPK juga mencegah seorang lainnya bernama Heny Fitriani merupakan pegawai negeri sipil (PNS).
“Dari 4 orang tersebut, ada 3 dari swasta dan 1 ASN,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Ali mengatakan, pencegahan terhadap empat orang ini dilakukan untuk keperluan penyidikan perkara korupsi Muhammad Adil dan dua tersangka lain yakni Fitria Nengsih dan Muhammad Fahmi Aressa.
Keempat orang itu mulai dilarang bepergian ke luar negeri terhitung sejak 27 April 2023 hingga enam bulan kedepan.
“Kami berharap agar pihak dimaksud nantinya kooperatif hadir dalam setiap agenda pemanggilan tim penyidik KPK,” ujar Ali.
Diduga Reza Fahlevi merupakan CEO PT Tanur Muthmainnah Tour, perusahaan penyedia jasa travel umrah yang terlibat dalam perkara suap Muhammad Adil. Adapun PT Tanur Muthmainnah Tour dioperasikan oleh PT Hamsa Mandiri International.
Ambil Sampel Suara Bupati
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penuntasan penyidikan kasus korupsi yang menjerat Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil. Untuk mendukung pembuktian perkara nantinya, sampel suara M Adil telah diambil oleh penyidik KPK.
Pengambilan sampel suara tersebut untuk bahan pencocokkan dengan sejumlah percakapan terkait penerimaan suap.
"Tim penyidik telah melakukan pengambilan sampling (sampel) suara tersangka MA (Muhammad Adil) untuk mencocokkan adanya beberapa komunikasi percakapan dalam penerimaan suap," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Ali mengatakan tim penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi- di lingkungan BPK Riau. Di antaranya Kepala Subauditorat Riau II BPK Perwakilan Provinsi Riau Ruslan Ependi dan Pengendali Teknis BPK Perwakilan Provinsi Riau Odipong Sep.
Pemeriksaan dilakukan pada Kamis 27 April kemarin bertempat di gedung Merah Putih KPK.
"Tim Penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi, yakni Kepala Subauditorat Riau II BPK Perwakilan Provinsi Riau Ruslan Ependi dan Pengendali Teknis BPK Perwakilan Provinsi Riau Odipong Sep," sebut Ali.
Ali menerangkan Ruslan dan Odipong dimintai keterangan terkait temuan pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Riau terhadap laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Selain itu, keduanya juga dikonfirmasi tentang adanya dugaan aliran uang yang diterima tersangka Muhammad Fahmi Aressa (MFA) dari M Adil.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Meranti M Adil pada Kamis (6/4/2023) malam lalu. Adil ditangkap saat berada di rumah dinasnya.
Selain itu KPK juga menangkap Plt Kepala BPKAD Kabupaten Meranti Fitria Nengsih dan auditor BPK Riau Muhammad Fahmi Aressa.
Adil terjerat dalam 3 kasus korupsi suap yakni fee pengadaan jasa umrah, dee proyek dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Meranti dan pemberian suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, Fahmi.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti atau MA menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
M Adil diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen. Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada Fitria Nengsih yang juga merupakan orang kepercayaan Adil.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM). PT TM yang bergerak di bidang jasa travel umroh tersebut terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan itu mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh, maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang. Namun, pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Atas perbuatannya, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, tersangka FN sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, MFA sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (*)