Mahkamah Agung Diskon Hukuman Bupati Kuansing Nonaktif Andi Putra Jadi 4 Tahun, Kasus Suap PT Adimulia Agrolestari
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Vonis Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra mendapat pengurangan signifikan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Lembaga peradilan tertinggi ini memberi diskon hukuman kepada politisi Partai Golkar tersebut hingga tinggal 4 tahun penjara.
Berdasarkan penelusuran di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Pekanbaru, MA pada 30 Maret lalu mengurangi vonis yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Tinggi Riau yakni hukuman 5 tahun 7 bulan penjara. Dengan demikian, MA menyunat vonis Andi Putra selama 1 tahun dan 7 bulan.
Selain itu, MA juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
"Memperbaiki Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Riau Nomor 23/PID.SUS-TPK/2022/PT PBR tanggal 5 Oktober 2022," demikian bunyi putusan MA sebagaimana tertera di laman SIPP PN Pekanbaru, Rabu (26/4/2023).
Adapun trio hakim agung yang memutuskan kasasi ini diketuai oleh Desayeti dan dua hakim anggota yaknk Soesilo dan Dwi Sugiarto.
Andi Putra terjerat kasus suap (gratifikasi) dalam proses perpanjangan hak guna usaha (HHU) PT Adimulia Agrolestari. Ia terbukti menerima hadiah sebesar Rp 500 juta dari manajemen perusahaan kelapa sawit tersebut.
Dalam kasus ini, tiga orang lainnya juga sudah diproses hukum. Yakni eks General Manager PT Adimulia Sudarso serta bos PT Adimula yang juga pemegang saham Frank Wijaya. Keduanya sudah menjalani hukuman di lapas.
Suap yang diterima Andi Putra diberikan melalui Sudarso atas izin dari Frank Wijaya. Kala itu Andi Putra dilobi oleh Sudarso agar menerbitkan surat tidak keberatan pembangunan kebun plasma (KKPA) perusahaan dilakukan di Kabupaten Kampar. Padahal, PT Adimulia yang tengah mengurus perpanjangan HGU karena akan habis pad 2024 mendatang, sebagian lokasi kebunnya sudah berpindah ke Kabupaten Kuansing.
Sementara, satu orang lainnya yang ikut terseret yakni eks Kakanwil BPN Riau, Syahrir. Syahrir telah didakwa menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar dari PT Adimulia. Adapun janji yang akan diterima, disebut oleh KPK sebesar Rp 3,5 miliar.
Tak hanya dijerat dengan UU Tipikor, Syahrir yang telah pensiun juga dikenakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK mengusut penerimaan ilegal saat Syahrir bertugas sebagai Kakanwil BPN Maluku Utara dan Kakanwil BPN Riau periode 2017 hingga 2022.
Adapun total jumlah dakwaan TPPU yang diperoleh Syahrir menurut KPK sebesar Rp 20 miliar lebih. Uang diperolehnya dari sejumlah perusahaan maupun pegawai BPN di Maluku Utara dan Riau.
Sebelumnya mantan Bupati Kuantan Singingi Andi Putra, divonis oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru pada 27 Juli 2022 lalu hukuman 5 tahun dan 7 bulan penjara serta pidana denda Rp 200 juta rupiah. Hakim menilai Andi Putra terbukti secara sah melanggar Pasal 12 UU Tipikor.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang meminta Andi dihukum selama 8 tahun dan 6 bulan. Atas putusan tersebut, KPK melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Riau. Alasannya, karena putusan tersebut tidak mempertimbangkan tuntutan uang pengganti dan pencabutan hak politik yang diminta pihak KPK.
Sementara, pada 5 Oktober 2022, Pengadilan Tinggi (PT) Riau menolak banding yang diajukan oleh jaksa KPK dan Andi Putra. Hakim banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Pbr tanggal 27 Juli 2022 yang menghukum Andi Putra 5 tahun dan 7 bulan penjara.
Putusan PT Riau tersebut teregister dengan nomor: 23/PID.SUS-TPK/ 2022/PT PBR tanggal 5 Oktober 2022. (*)